Satu Perjuangan Bukan Satu Kegagalan di FTT UI


Satu Perjuangan Bukan Satu Kegagalan di FTT UI
Oleh : Hilman Rasyid

Hari itu, dikala orang-orang sedang asyik bermain, dikala orang-orang sedang tak ada jadwal kuliah. Saya sedikit terlelap dari tidur di atas kasurku yang empuk dan nyaman. Padahal senja itu, saya harus bersiap-siap untuk mengikuti test seleksi pidato bahasa arab festival timur tengah (FTT) di Universitas Indonesia Depok sekitar 4 bulan yang akan datang. Entahlah, rasa malas dari raut wajahku tak berbentuk itu tiba-tiba muncul dan melahap habis semangatku yang sebelumnya menggebu-gebu. Sehingga saya pun malas pergi ke kampus untuk mengikuti test seleksi tersebut. Saya hanya langsung beranjak berwudlu untuk melaksakan shalat ashar yang agak kesorean itu. Setelah shalat selesai saya kerjakan, handphone-ku pun tiba-tiba berdering dengan suara yang cukup keras, ruangan kosanku pun terbangun dari sunyinya senja itu. Saya mendapatkan pesan dari teh elsa, beliau adalah kakak tingkatku yang bisa dibilang pintar namun sedikit cerewet sekaligus orang yang pertama kalinya mengajakku untuk berjuang dalam lomba FTT mendatang dan menyuruhku untuk datang ke tempat seleksi FTT itu yang bertempat di gedung bertingkat 5 kampus UPI. Namun setelah saya berdiri di depan ruangan seleksi itu, saya hanya larut dari lorong-lorong seram nan sunyi, saya hanya terdiam sembari melirik lewat jendela pintu ruangan tesebut.

Saya pun lari menjauh dari ruangan itu, lebih jauh dan sangat jauh. Saya habiskan lorong gelap itu dengan kakiku yang berlari-lari. Saya pergi ke ruangan yang menjadi tempat kesayangan sahabat saya, fahmi di laboratarium pendidikan bahasa arab UPI untuk sedikit mengajaknya sekaligus menemani saya yang kesiangan untuk mengikuti seleksi tersebut. Saya pun mengetuk pintu lab tersebut, dan langsung masuk sembari mengucapkan salam.
“Assalamu’alaikum” salamku
“Wa’alaikum salam” jawab fahmi dan beberapa kakak tingkatku.
“Ehh hilmann” ucap sebagian orang.
Ternyata mereka sedang asyik duduk di depan komputer dan laptopnya masing-masing, namun ada juga yang asyik membaca kitab yang tak punya rambut itu, dan ada juga yang sedang asyik mengobrol. Ruangan pun terisi penuh oleh keramaian dan angin senja ruangan itu pun sedang asyik menari-menari dan bernyanyi. Saya bergegas berdiri di samping fahmi dan langsung mengajaknya untuk mengikuti test seleksi lomba tersebut di lantai bawah.
“Mi, ikutan seleksi lomba pidato yuk !!?” ajakku
“Engga ahh man, saya malasss”
“Atuhh temenin saya yuk masuk ruangan itu, saya malu mi!!” rewelku
“Malas man, lagi ngedownload” jawab malasnya lagi

Saya pun akhirnya menyerah mengajaknya dan terdiam duduk di atas kursi warna hitam kehijau-hijauan. Tiba-tiba handphone-ku bordering kembali, dengan nada burung yang merdu. Pesan itu pun tak salah lagi, dari teh elsa, kemudian dilanjut dengan pesan teh anisa, beliau juga kakak tingkatku yang teramat baik sekaligus pintar terutama dalam debat bahasa arab. Tak heran beliau dan kawan-kawan groupnya pernah menjuarai debat bahasa arab se-Indonesia. 2 Pesan itu menanyakan keberadaan saya sekaligus berhasil menghanguskan kemalasan saya yang ambigu. Saya memberanikan diri masuk bagaikan kucing yang tak ada malu dan langsung duduk menyaksikan kawanku yang sedang asyik membaca berita di depan kelas. Setelah itu, tiba-tiba nama saya terpanggil. Keringat malu pun muncul di atap wajahku yang dingin dan bergegas berkata bahwa saya belum siap tampil. Namun usahaku untuk mencari alasan akhirnya terkalahkan oleh rayuan dan bujukan dari kedua juri seleksi, teh anisa dan teh elsa. Singkat cerita, setelah saya berhasil menaklukan keraguan dan kemalasanku, Alhamdulillah saya dan saudari saya, cucu terpilih sebagai peserta lomba pidato bahasa arab FTT UI April 2012 mendatang sebagai perwakilan kontingen UPI.

Hari demi hari dan bulan demi bulan saya habiskan dan sedikit saya sisipi untuk membuat teks pidato berbahasa arab dengan judul “Peran Indonesia di Timur Tengah”. Judul itu saya ambil dari beberapa tema pilihan dari panduan lomba pidato FTT UI. Teh dini, beliau adalah kakak tingkatku juga yang tak henti-hentinya dan tak bosannya untuk terus melatih saya dan cucu. Pekan demi pekan beliau sisipkan untuk melatih saya dan cucu, beliau tak bosan juga selalu memberikan semangat dan semangat. Setelah 2 minggu menuju lomba, tiba-tiba rasa malasku kembali datang menghampiri dan akhirnya saya pun tenggelam dalam kejenuhan dan kebosanan. Entah kenapa, mungkin rasa putus asa terus menghantuiku, saya seperti tak bisa-bisa dan tak pernah biasa untuk mahir dan fasih berpidato bahasa arab. Ribuan alasan selalu bertanya-tanya dan rasa putus asa tak henti-hentinya memadamkan api semangatku. Padalah setiap minggu di akhir ini, saya harus selalu siap tampil di depan para dosen pendidikan bahasa arab upi. Saya pun sering termenung dan berfikir, mencari api semangatku lagi yang telah hilang terhempas angin hujan senja dan malam. Kacau campur galau selalu hadir di depan kacamataku yang hitam, rayuan untuk berhenti selalu menari-nari dalam pikiran. Ranting-ranting basah selalu bertanya-tanya tentang semangatku yang hilang tertimpa angin mentari. Lama ku mencari-cari, akhirnya ku menemukan semangatku juga. Semangat itu terbit dalam jiwaku ini setelah saya diberi semangat dan angka 10 oleh dosen kebanggaanku, panggilannya pak agus quwait. Bagai badai dan ombak menghampiri, angin panas memanasi, saya terbaring dari lelapnya kemalasanku, saya berdiri tegak menghempas jutaan gelombang keputus-asaanku. Saya pun teringat sebuah pepatah bijak yang mengatakan “Jangan menunggu semangat, baru bergerak; tetapi bergeraklah, maka semangat itu akan datang”. Beberapa novel pun terus memberikanku semangatnya dan akhirnya saya bisa bersemangat lagi dan lebih semangat.

Hari pemberangkatan pun tiba. Kawanku yang lain telah duduk berkumpul di depan mesjid ITC kampus UPI di pagi hari. Sang mentari pun kalah dengan bangunnya kami dari lelapnya malam. Kabut tebal di pagi hari ini tak henti-hentinya membujuk kami untuk kembali terlelap. Anginnya pun terus menusuk pori-pori kulit tipis kami yang sedikit demi sedikit kedinginan. Namun api semangat kami yang menggelora berhasil mengalahkannya untuk siap pergi berjuang dan siap tampil maksimal di depan ribuan mahasiswa se-Indonesia. Malamnya sebelum pagi itu, saya dan fahmi menginap di kosan sahabat saya juga, namanya asep. Dilihat dari namanya pun pasti ketahuan, ia adalah orang sunda asli garut. Sedangkan fahmi, ia jadi ikut lomba sebagai pengganti dari peserta kaligrafi lain yang entah kenapa tidak jadi, sekaligus menemani teh Farida. Sehingga pagi itu, kami berangkat bersama-sama menuju tempat perkumpulan sembari menjemput sahabatku yang lain, fajri. Ia juga salah satu peserta lomba puisi bahasa arab. Kosannya pun cukup dekat dari persimpangan jalan menuju mesjid ITC.

Kami pun berangkat sekitar pukul 05.30 pagi menuju stasiun dan langsung berangkat menuju stasiun gambir Jakarta pusat. Setelah sampai di stasiun gambir, cahaya mentari kuning berdebu pun tak segan-segan langsung menyambut kami dengan teriknya. Tetesan demi tetesan keringat dari atap wajah kami pun tak malu-malunya untuk keluar. Raut wajah yang bersih menjadi sedikit kusam dan dahi yang mulus menjadi mengerut karena silaunya api mentari yang menyerbu kami. Kami menunggu jemputan dari panitia dan menunggu di halte bis di depan stasiun gambir. Cukup lumayan lama, Akhirnya bikun -singkatan dari “bis kuning” yang menjadi teman kesayangan mahasiswa UI yang senantiasa selalu siap mengantarkan mereka ke fakultasnya masing-masing- itu hadir menjemput kami ditemani 4 orang panitia di dalamnya. Udara yang kotor dan panas akhirnya kabur dan menjauh setelah kami naik bis kuning itu yang euforianya cukup nyaman karena dinaungi AC. Setelah beberapa menit mendekati satu jam, kami pun tiba di asrama penginapan para peserta lomba FTT UI se-Indonesia. Lambaian ribuan pohon yang tinggi menerima kedatangan kami dengan senang. Mereka juga tak lupa mengucapkan selamat datang pada kami. Tak disangka, kampus UI memang universitas yang dikelilingi oleh jutaan pohon yang menjulang tinggi dan asrama kami pun dikelilingi olehnya. Jalan-jalan yang terawat, rerumputan hijau yang cantik terlihat berbahagia dengan kedatangan kami meskipun kilauan cahaya mentari terus meyerbunya.
“Panassssss….!!” Sebagian orang berkata
“Eaa betul…!! Meskipun banyak pohon tapi tetap panas” kataku sambil keanehan
“Kita langsung kemana nih kang?” bertanya pada kang zeno
“Kita ke dalam langsung saja” jawab beliau
Kang zeno itu bisa dibilang official dan pelatih kami dan tentunya orang yang pintar juga dalam berbahasa arab. Beliau orangnya cukup pemalu tapi ketika bicara terutama bahasa arab, beliau bisa dibilang ahlinya.
Kami pun tiba di kamar masing-masing meskipun 1 kamar diisi oleh 5-6 orang. Saya terbaring lemas di atas kasur putih bertingkat. Beberapa menit saya habiskan, Fajri; sahabatku satu ini langsung mengajakku jalan-jalan ke gramedia.
“Man, mau ikut gak ke gramedia??” ajaknya
“Hahhh!! Mau ngapain jri??” tanyaku dengan kaget
“Lihat-lihat buku sembari ketemu teman disana” jawabnya sedikit senang
Saya pun ikut dan berjalan-jalan menerawangi indah dan panasnya kota Depok. Saya, Fajri dan kang Wisnu bermain dan bercanda ria di tengah keramaian kota. Melihat bermacam-macam novel yang baru dan aneh.
Malam hari pun tiba, lampu-lampu pijar mulai menyala satu per satu. Menghiasi sang rembulan yang indah. Hutan-hutan pun menjadi suram ditemani nyanyian angin yang tak dingin. Lorong-lorong gelap menjadi hidup menyala berwarna kuning keemasan. Saya menghirup udara dengan sebebas-bebasnya, menghabiskan keindahan malam hari. Saya tutup hari ini dengan sebuah puisi untuk sosok yang aku kagumi:

Mengingatmu Gie

Pada malam ini yang tak biasa,
aku datang ke suatu kota yang panas
mengingatkanku pada sesosok seorang demonstran yang bijak
kaulah gie

aku datang ke dalam almamatermu yang kuning
menembus teka-teki perjuanganku yang samar
dan perlu kau tahu
aku tak ingin menjadi dirimu
aku tak ingin sepertimu
tapi angin tipismu ini selalu merabaku
hutan-hutan suburmu mesra mendekapku
berkata-kata tentang sosok dirimu
bercanda lewat puisi-puisimu yang bijak
bernyanyi merdu bersenandung cinta
aku suka pada idealismu gie

kau dan aku begitu berbeda
kau sudah tahu masa depanmu
namun aku tak tahu masa depanku akan seperti apa
apakah aku akan seperti kaum muslimin di palestina yang tertindas
apakah aku akan mati tertembak kaum yahudi yang tak tahu diri
apakah aku akan hidup sampai hari akhir itu datang menjelang
namun aku akan tetap berdiri
menghabiskan nafasku dengan jantung kehidupan
sampai diriku menjadi sosok yang berarti untuk masa depan.
HiRa, 15 April 2012


Pagi hari menjelang, kabut-kabut putih bertebaran pelan-pelan dan kami pun beranjak bersiap-siap untuk melaksanakan pembukaan acara FTT UI 2012 tersebut. Karena tempat pembukaan jauh dari asrama, kami pun diantar oleh “Bikun”; Bis Kuning. Bis yang senantiasa hadir mengantarkan para mahasiswa UI dan perserta lomba ke tempat yang ingin dituju. Acara pembukaan pun sangat meriah. Di hadiri dari kementerian pemuda dan olah raga, Kedutaan besar berbagai negara timur tengah, dan dari berbagai mahasiswa universitas se-Indonesia. Banyak, ramai, asyik, seru dan meriah, itulah yang saya rasakan. Ruangan pembukaan itu pun menggetar dengan sorak dan tepuk tangan semua peserta. Meriah dan sangat meriah. Pembukaan pun berakhir dan dilanjut dengan lomba debat bahasa arab dan kaligrafi. Rinaldi, Rifqi, dan Kurnia; group pertama kontingen UPI yang memulai lomba tersebut dengan nomer pertama. Namun, hasil di sore hari pun menjadi jawaban bahwa mereka belum dan belum diberi kesempatan oleh-Nya untuk melaju ke sesi selanjutnya. Rasa sedih pun tergambar dari raut wajah mereka yang tersirat ada sedikit penyelasan. Namun di lihat dari semangat mereka yang menggelora, saya yakin kita atau mereka akan menjadi juara di lomba-lomba debat selanjutnya.
 “Tetap semangat kawan-kawan!!” kami pun terus merayu mereka agar tetap semangat.
“Tetap semangat teman dan semoga lomba yang lain bisa menutupi dan mengobati kekalahan debat group pertama!!!” support dan harapan dari teh elsa, fikri dan teh annisa sebagai official dan pembimbing kami ketika evaluasi pertama.
“Aaaamien”
“Mari semangat dan buktikaan!!!” Gelora semangat kami

Hari pun berganti dengan cepatnya, hari ini giliran saya menunjukan aksi pidato saya di depan juri dan puluhan peserta pidato lain. Pidato bahasa arab, debat group kedua, puisi bahasa arab (Nurul dan Fajri) dan lomba menyanyi arab (kang Wisnu dan Yuniarti). Lomba demi lomba kita lalui dengan usaha dan do’a maksimal, termasuk saya. Akhirnya group kedua debat kontingen UPI; Fajar, Indra dan Iman berhasil melaju ke sesi selanjutnya nanti sore hari. Namun Allah pun belum memberikan mereka kesempatan untuk menjadi juara. Kami dan Para pembimbing pun tak lupa memberikan terus semangat kami pada mereka. Setelah itu pun hari semakin suram dan gelap. Angin meresap menjadi dingin. Jalan-jalan pun termakan habis oleh kesepian dan semakin sepi. Tak lupa sore itu, kita habiskan rasa lelah dengan bergaya di depan kamera dengan latar yang menawan dan eksotis. Hari ini pun seperti biasa kami tutupi dengan evaluasi yang kedua sembari makan di persimpangan teras putih depan gedung asrama. Malam itu pun saya sisipi dengan sedikit candaan dengan teman saya, Nurul; rekan latihan puisi sahabat saya Fajri yang saya juluki si“Lastu Adri!!”.  Dan tak lupa, sebagai mahasiswa yang ingin menjadi sastrawan, saya sedikit tutupi hari ini dengan sebuah puisi pula.

Ini Perjuangan

Ternyata senja ini langit terasa tak bernafas
udara pun tak selembut di kota kembang yang selalu menusuk pori-pori tubuh
dan aku duduk di pucuk halte bis bikun yang slalu setia mengantarkanku
hutan-hutan melambai begitu dekat, sangat dekat
Seolah ingin memberi kabar buruk tentang hari esok yang belum pernah aku ketahui
namun aku tak boleh menyerah begitu saja
ini hanya sebuah tantangan perjuanganku yang harus aku arungi
bukan sebuah jurang kegagalanku yang harus aku sesali
ini hanya perjuangan, hanya tantangan.
HiRa
17 April 2012

Hari ini menjadi hari perlombaan terakhir yaitu lomba membaca berita bahasa arab dan sebagai penutup sekaligus pengumuman hasil perlombaan selama 3 hari ke belakang. Asep dan Rehan; ini menjadi hari yang spesial bagi sahabat saya dua ini karena keduanya akan menunjukkan kebolehannya pada semua orang, bahwa mereka juga bisa. Pagi itu kami sarapan dan duduk berkumpul di sebuah kantin di dalam gedung asrama. Pagi itu menjadi pagi yang cukup menegangkan dan sedikit dibumbui rasa sedih, karena ini hari terakhir kita bermain di kampus UI yang sangat luas ini. Malam hari pun datang menjelang, penutupan pun seperti biasa hadir dengan tepukan dan sorakan yang ramai dan meriah. Di ramaikan pula dengan berbagai jargon dari kampus masing-masing.
“Arabiyyah Arabiyyah” Fajar bersorak sebagai jargon kontingen UPI 
” Bismillah!!” sorak juga semua kontingen UPI
“Arabiyyah Arabiyyah”
“Bismillah!!”
“Aena UPI??” sorak Fajar kembali  
“Hunaaa”
“Aena UPI??”
“Hunaaa”
“Huna, Huna, Huna Huuuhhhh!!!”
Jargon UPI pun diakhiri dengan tepukan keras dari semua peserta di ruangan penutupan tesebut. Pengumuman demi pengumuman disebutkan oleh pembawa acara. Suasana gedung pun mati suri, tenggelam dari keramaian, dan para peserta pun terdiam terbisu menyimak lantunan gelombang suara pengumuman sang pengumum. Akhirnya kontingen UPI pun hanya berhasil meraih 2 piala; Nurul juara 2 lomba puisi dan Rehan juara 2 lomba membaca berita. Tergambar kekecewaan dari kawan-kawanku yang mengharapkan kemenangan. Saya pun hanya termenung sedikit berfikir dalam hati, “kita harus bersyukur dengan kemenangan ini meskipun tidak menjadi juara umum”. Saya teringat dengan sebuah nasehat dari kang hasan, ustadz dari Lipia yang kami temui kemarin sore di kampus UI. Saya bisa simpulkan nasehat beliau “Yang terpenting bukanlah sebuah kemenangan, akan tetapi yang terpenting adalah sebuah pengalaman. Kita sebenarnya sudah menjadi pemenang karena kita berhasil menancapkan ibu jari kita di acara FTT UI ini”. Setelah pengumuman itu pun kami sedikit menghabiskan waktu di depan kamera bersama orang-orang yang luar biasa dari berbagai kampus lain. Kami pun pulang ke asrama, melewati pohon-pohon yang tinggi. Rembulan pun terlihat merasa sedih. Angin malam juga tak lupa memberikan selamat dan semangatnya pada kami.

Hari berganti kembali, menyongsong hari ini lebih pasti. Kami bersiap-siap kembali pulang ke kota Bandung. Namun sebelumnya, kami pun sempat beberapa jam bermain-main dan bergaya di depan dan di dalam monumen nasional (monas). Dan Alhamdulillah kami pun sampai dengan selamat. TAMAT

Merindukanmu

Walaupun orang-orang bercerita tentang kemenangan dan kesuksesan
aku ingin berkata padamu bahwa aku merindukanmu sayangku
berkata-kata tentang keindahan kampus ui yang hangat dan asyik
apakah kau juga akan berkata
tentang bunga-bunga mekar di pesisir pulau yang manis nan eksotis
atau tentang kabut pagi yang slalu menungguku untuk kembali pulang
aku ingin mendekapmu cintaku
lebih dekat, lebih mesra...
HiRa
19 April 2012 

Terima Kasih pada semuanya, telah menjadi bagian dari  ukiran tinta sejarah  hidup saya. Maafkan saya jika punya salah dan pasti punya kesalahan, Terutama pada Teh elsa dan Teh Anis,, mohon maafkan adikmu ini ya. :) dan tak lupa Selamat buat kita semua, Sang Pemenang. Aamien

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Satu Perjuangan Bukan Satu Kegagalan di FTT UI"

Post a Comment