Mau Dibawa Kemana Pendidikan Tinggi?
Oleh : Hilman Rasyid*
Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi (RUU-PT)
yang rencana akan disahkan pada tanggal 10 April 2012 kemarin, ternyata
mengalami pengunduran dan penambahan waktu selama satu masa sidang atau
2,5 bulan. Sehingga legitimasi RUU tersebut ditunda hingga paling lambat
bulan Agustus 2012 mendatang. Wacana mengenai pengesahan RUU tersebut
menjadikan satu masalah lagi bagi dunia pendidikan Indonesia setelah
kemarin diguncangkan oleh wacana Plagiarisme. Seperti yang kita ketahui,
RUU-PT ini merupakan sebuah formulasi baru untuk mengatur pengelolaan
perguruan tinggi yang kental oleh kepentingan asing. Bagaimana tidak,
komersialisasi, internasionalisasi, otonomisasi (kastanisasi) dan
liberalisasi pendidikan dalam beberapa pasal pada RUU-PT tersebut telah
mengotori hak-hak warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Kita ketahui juga, RUU-PT dari edisi 2011
sampai ke edisi yang terbaru (bulan April 2012) jika dilihat dari
strukturalnya memang mengalami perubahan, baik itu perubahan poin dan
pasal atau perubahan kalimat. Namun pada substansinya, RUU-PT tersebut
masih diwarnai pasal-pasal yang mengandung liberalisasi pendidikan.
Sehingga RUU-PT tersebut patut kita “Tolak” dan pengesahannya wajib
untuk dibatalkan.
Secara historis, Liberalisasi pertama kali dikenal
luas penerapannya dalam bidang ekonomi, yang dikemukakan pertama kali
oleh Alexander Rustow dan Walteur Euken pada awal 1930-an. Liberalisme
menganjurkan penyelenggaraan pasar bebas dan negara berfungsi untuk
memfasilitasi pasar bebas tersebut dengan membuat undang-undang atau
peraturan. Jika kita orientasikan pada sejarah Indonesia, liberalisasi
dalam sektor pendidikan merupakan konsekuensi keikutsertaan Indonesia
dalam WTO (world Trade Organization), yaitu sejak tahun 1994. Rakyat;
melalui wakilnya di DPR, secara mutlak telah menyetujui untuk bergabung
dalam WTO tersebut, tepatnya sejak diterbitkannya Undang-undang nomor 7
tahun 1994 tentang ratifikasi (pengesahan) “Agreement Establising the
World Trade Organization”. Sebagai anggota WTO, Indonesia berarti tidak
dapat menghindar dari berbagai perjanjian liberalisasi perdagangan,
termasuk perdagangan jasa pendidikan. Apalagi sejak negara-negara WTO
pada bulan Mei 2005 menandatangani General Agreement on Trade in
Service (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan dalam 12 sektor
jasa, antara lain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi,
pendidikan tinggi dan pendidikan selama hayat, dan jasa-jasa lainnya.
Enam Negara yang telah meminta Indonesia untuk membuka sektor jasa
pendidikan adalah Australia, Amerika Serikat, Jepang, Cina, Korea, dan
Selandia Baru. Salah satu sektor jasa yang ingin dimasuki adalah
pendidikan tinggi.
Dampak dari adanya liberalisasi pendidikan pada RUU-PT
adalah adanya pengurangan peran negara dalam membiayai pendidikan
tinggi, adanya pasar bebas dan individualisme. Sehingga dengan demikian,
perguruan tinggi di seluruh Indonesia akan berbondong-bondong mencari
sumber pembiayaan lain untuk menyelamatkan operasionalisasi akademik
agar tetap berjalan, yaitu salah satunya dengan menaikkan biaya masuk
pendidikan tinggi, sehingga kampus juga berpeluang besar melakukan
komersialisasi atas fasilitas pendidikan. Liberalisasi pendidikan tinggi
dalam era globalisasi ini memang tidak bisa terelakkan lagi. Salah satu
manifestasi dari globalisasi pendidikan tinggi adalah berkembangnya
pasar pendidikan tinggi yang tanpa batas. Sehingga dengan begitu, jika
legitimasi RUU-PT terjadi, maka akan banyak perguruan tinggi negeri di
Indonesia yang akan melakukan privatisasi dan di dalamnya akan terjadi
komersialisasi atau industrialisasi pendidikan. Sehingga memberikan
ruang untuk menarik biaya lebih banyak dari masyarakat. Akibatnya,
kesempatan masyarakat miskin untuk sampai ke jenjang perguruan tinggi
menjadi semakin sempit sehingga ini sangat bertentangan dengan UUD 1945
yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. PTN akan sibuk
mendirikan usaha mandiri demi menghindari tekanan kebutuhan finansial
operasional PTN yang tinggi.
Bagi negara Indonesia sebagai negara dunia ketiga dan
yang katanya termasuk salah satu negara yang berkembang, arus
globalisasi berarti penjajahan sistemik (systemic colonization). Salah
satu sistem di Indonesia yang sedang dijajah oleh negara adikuasa adalah
sistem pendidikan tinggi. Walhasil, jeratan liberalisasi pendidikan
tinggi akan bermakna transformasi pendidikan sebagai komoditas. Artinya,
pembiayaan pendidikan tinggi akan dilepaskan dari sentralisasi negara
dan tertumpu pada pembiayaan yang mandiri dari universitas. Pendidikan
yang berorientasi pada kebutuhan pasar bebas berarti telah menjadikan
pendidikan layaknya komoditas yang diperdagangkan yang kemudian
pendidikan akan tunduk patuh pada hukum pasar yang memiliki paradigma
materialistik, pragmatis, dan kapitalistik. Sehingga pendidikan
khususnya pendidikan tinggi lebih dilandasi oleh profit semata.
Jika kita sedikit analisis draft RUU-PT edisi 4 April
2012, ada beberapa pasal yang mesti kita kritisi karena mengandung
nilai-nilai yang krusial bagi dunia pendidikan tinggi. Namun disini
penulis tidak akan memaparkannya karena RUU-PT dari edisi 2011 sampai
edisi terbaru kemarin masih berbau liberalisme dan nafas UU BHP masih
tertanam dalam rancangan tersebut.
Melihat problematika pendidikan di atas, kita harus
melawan agar pemerintah dan DPR sepakat untuk membatalkan legitimasi
RUU-PT tersebut yang akan membahayakan pendidikan negara kita, khususnya
sektor pendidikan tinggi. Sebab pembiayaan pendidikan adalah kewajiban
atau otoritas negara dan setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan (UUD pasal 31 ayat 1). Pendidikan Indonesia perlu paradigma
baru yang mampu memberikan sikap terhadap cengkraman liberalisme.
Subjektif penulis, paradigma pendidikan ideal tidak lahir dari
liberalisme dan sekularisme; yang memisahkan agama dari kehidupan
lainnya, melainkan tertumpu dan terlahir dari aturan Allah SWT yaitu
kitab suci umat Islam. Sehingga penulis mengajak khususnya kepada para
mahasiswa untuk senantiasa mendukung dalam penolakan pembahasan dan
pengesahan RUU-PT tersebut . TOLAK RUU-PT !!! Hidup Pendidikan Indonesia
!!!
*-Staff Kajian Pendidikan BEM REMA UPI 2012
-Ketua Departmen Hubungan dan Masyarakat BEM KEMABA UPI 2012
-Sekretaris Umum HIMA Persis PK UPI
14 April 2012
0 Response to "Mau Dibawa Kemana Pendidikan Tinggi?"
Post a Comment