Oleh: Prof. Dadan Wildan
Sore ini, saya ingin mengenang kepergian KH. Shiddiq Amien, yg wafat pada tgl 31 Oktober 2009 melalui tulisan yg ditulis tujuh tahun lalu.
Jumat, 9 Oktober 2009, sekitar pukul 19.00, ketika itu saya sedang berada di Denpasar Bali untuk mengikuti Rapat Koordinasi para Staf Ahli Menteri. Malam itu, saya mendapat informasi bahwa Ustad Shiddiq Amien terserang stroke dalam perjalanan dari Tasikmalaya menuju Bandung dan dirawat di RS. Al-Islam.
Saya kaget, karena informasi sebelumnya, ustad Shiddiq dalam keadaan sehat wal afiat. Seperti biasanya, pagi hari memberikan ceramah, lalu menjadi khatib Jumat. Ia nenjalani tugas rutinnya sebagai dai.
Tiga minggu telah berlalu, Ustad Shiddiq masih terbaring dan tidak pernah sadarkan diri. Hingga akhirnya, sekitar pukul 22.15 malam ahad, 31 Oktober 2009, ustad Shiddiq Amin dipanggil ke haribaannya; Innalillahi Wa inna ilaihi Rojiun.
Sebagai orang yang pernah mendampingi Ustad dalam memimpin jam’iyyah Persis sebagai Sekretaris Umum PP. Persis periode 2000-2005, saya amat kehilangan beliau; kehilangan seorang ulama besar; pendakwah yang cerdas dan santun; guru yang dicintai murid-murinya; sahabat yang dekat dengan siapa saja; dan imam yang memiliki visi ke depan.
Ratusan orang telah berkumpul di rumah sakit malam itu. Saya masih berkesempatan menyaksikan beliau dimandikan. Raut mukanya, terlihat bersih berseri. Beberapa tokoh persis yang hadir, saling berpelukan menahan rasa duka yang mendalam. Tidak lama, jenazah ustad dibawa ke mesjid di kantor PP. Persis, Jl. Perintis Kemerdekaan, Viaduct Bandung. Ratusan orang telah berkumpul di mesjid, dan secara bergiliran menyalatkannya dengan khusyu; dari tengah malam hingga subuh menjelang. Saya menunaikan shalat jenazah, dengan tanpa kuasa menahan air mata.
Minggu pagi, ribuan orang hadir di mesjid viaduct. Sebelum diberangkatkan ke tanah kelahirannya, Ustad Shiddiq dishalatkan oleh ribuan jamaah. Di Tasikmalaya, ribuan orang juga telah berkumpul, dan antri menyalatkan jenazahnya hingga mengantar ke pemakaman.
Ulama Cerdas yang Mencerahkan.
Drs. KH. Shiddiq Amienullah, MBA., yang lebih dikenal dengan panggilan Ustad Shiddiq Amien, lahir di Tasikmalaya pada tanggal 13 Juni 1955. Lahir, tumbuh, dan dibesarkan di lingkungan Pesantren Persis yang dipimpin ayahnya, Ustad Aminullah, seorang ulama pembaharu kharismatik di Tasikmalaya.
Ketekunannya belajar ilmu-ilmu agama ,tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan pesantren berkultur pembaharu. Pesantren yang mendidik para santrinya untuk menjadi ashabun dan hawariyyun Islam; menjadi mujahid dakwah penyebar Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam usia muda, ia telah terkenal sebagai mubaligh yang cakap, cerdas, dan brilian. Muballigh yang mampu mengemas dakwahnya dengan isu-isu kontemporer. Ceramah-ceramahnya yang sejuk, dinantikan oleh berbagai kalangan, mulai dari masyarakat perdesaan hingga intelektual di kampus-kampus. Ustad Shiddiq, juga dikenal seorang ulama kritis, yang beberapa kali harus berurusan dengan aparat keamanan di era Orde Baru.
Ustad Shiddiq lebih dikenal sebagai ulama intelektual yang cerdas dan santun. Komitmennya ditunjukkan dengan mengedepankan syariat Islam melalui pendekatan persuasif edukatif. Beliau berdakwah untuk mengaktualisasikan nilai-nilai universal Islam sebagaimana dicontohkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Beliau ingin membangun kultur masyarakat madaniah yang dibangun oleh Rasulullah SAW; masyarakat chaira ummah; ummat yang terbaik dan utama. Dalam setiap ceramahnya, Ustad Shiddiq lebih menekankan pada wawasan dan pemikiran umat untuk menjadi mutafaqihi fiddin. Ummat yang faham terhadap ajaran Islam, berwawasan luas, dan melaksanakan ajaran Islam secara kaffah.
Ustad Shiddiq mampu mengubah warna dan kultur dakwah Persis yang dianggap keras. Di bawah kepemimpinannya, para dai Persis dibekali metode dakwah yang mendidik dan mencerahkan. Dakwah yang bukan mencari puas, tetapi dakwah yang jelas. Dakwah yang tidak harus mengejek, tetapi mengajak. Dakhwah yang inklusif, tidak lagi ekslusif. Buktinya, setiap ahad pagi, lebih dari lima ribu orang menantikan dakwah para ulama Persis di mesjid Viaduct, Bandung. Inilah warisan dakwah ustadz Shiddiq yang paling monumental.
Ucapan Duka Cita dari Presiden RI
Wafatnya Ustad Shiddiq mendapat perhatian yang sangat besar, tidak hanya dari segenap keluarga besar Persis, tetapi juga dari tokoh-tokoh ulama, pejabat Negara, hingga Presiden Republik Indonesia. Beberapa ucapan duka cita yang mampir di HP saya, antara lain dari Menteri Koordinator Perekonomian, Ir. M. Hatta Rajasa, Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Muhammad Nuh, Menteri Sekretaris Negara, Letjen TNI (Purn) Sudi Silalahi, dan anggota DPR RI dari PPP, Ustad Chozin Chumaedi.
Ucapan duka cita, juga disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika itu, hari kamis, tanggal 5 November 2009, Presiden RI menggelar Sidang Kabinet Paripurna yang dihadiiri oleh seluruh jajaran Kabinet Indonesia Bersatu Kedua. Sebagaimana biasanya, sebagai Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara, saya diminta mendampingi Menteri Sekretaris Negara untuk mengikuti rapat dan mencatat arahan-arahan Presiden.
Pada saat jeda makan siang, Menteri Sekretaris Negara, mengabarkan wafatnya Ustad Shiddiq Amin, yang sejak wafatnya tanggal 31 Oktober telah saya informasikan kepada Mensesneg. Betapa terkejutnya Bapak Presiden mendengar kabar duka itu.
Presiden SBY memang telah lama mengenal Ustad Shiddiq Amien. Pada tahun 2006, ketika kunjungan kenegaraan Presiden RI ke Saudi Arabia, Kuwait, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Qatar, melalui Menteri Sekretaris Negara ketika itu, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, saya mengajukan Ustad Shiddiq untuk mendampingi Presiden dalam kunjungan kenegaraan ke Timur Tengah. Tanpa saya duga, Pak Yusril menyetujui memo yang saya ajukan dan Presiden juga menyambutnya dengan baik. Alhamdulillah, untuk pertama kalinya, Ketua Umum PP. Persis dapat mengikuti kunjungan kenegaraan bersama Presiden RI. Dan Ustadz Shiddiq pulalah, satu-satunya ulama Persis yang bersama-sama Presiden RI berkesempatan masuk ke dalam Kabah di Masjidil Haram.
Sebagai ungkapan duka cita, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, meminta Menteri Sekretaris Negara untuk mengirim surat ucapan duka cita kepada keluarga besar PP. Persis disertai bantuan dana duka cita.
Surat dengan Nomor: B-509/M.Sesneg/Setmen/11/2009 tertanggal 5 November 2009, berbunyi sebagai berikut:
Yth. Pimpinan Pusat Persatuan Islam di Bandung,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dengan hormat kami beritahukan bahwa Bapak Presiden sangat terkejut mendengar berita duka meninggalnya K. H. Shiddiq Amin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam, pada tanggal 31 Oktober 2009 di Bandung.
Bapak Presiden berpendapat bahwa almarhum adalah seorang ulama besar yang patut menjadi teladan bagi kita semua, karena seluruh kehidupannya hanya diabdikan dan dicurahkan untuk perbaikan kehidupan umat.
Melalui kami, Bapak Presiden menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya K. H. Drs. Shiddiq Amin, disertai ucapan terima kasih dan penghargaan atas segala pengabdian yang telah diberikan kepada masyarakat, bangsa, dan Negara.
Bapak Presiden juga senantiasa berdoa kepada Allah SWT semoga arwah almarhum K. H. Drs. Shiddiq Amin diterima disisi-Nya dan kepada keluarga yang ditinggalkan mendapat kekuatan lahir batin dalam menerima cobaan ini.
Demikian, atas perhatian saudara, diucapkan terima kasih,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Menteri Sekretaris Negara,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Menteri Sekretaris Negara,
Sudi Silalahi (dicap dan ditandatangani).
Surat ucapan duka cita dan bantuan dana dari Presiden RI, malam itu juga saya serahkan Kepada PP. Persis melalui Bendahara Umum, H., Andi Sugandi untuk disampaikan kepada segenap jajaran PP. Persis dan Keluarga Besar Ustad Shiddiq Amien.
Perhatian yang sangat besar dari umat hingga Presiden RI, menunjukkan bahwa Ustad Shiddiq, adalah salah seorang ulama besar yang diakui secara nasional. Seorang ulama yang berwawasan luas dan tawadhu. Dakwahnya sangat menyejukkan dan mencerdaskan, namun tetap tegas. Ulama yang masih diperlukan oleh jutaan umat, tidak hanya oleh jamaah Persis tetapi juga kaum muslimin di tanah air.
Umat masih merindukan kefasihan dakwah, mutiara hikmah, dan dan gaya ceramahnya yang memukau.
Kini, semua tinggal kenangan.
Selamat jalan ustad.
Kembalilah ke dalam rahmat Allah yang maha pemurah.
Kami bersedih dan berduka.
Kami sangat kehilangan Ustad yang kami cintai.
Allahummaghfir lahu warhamhu wa ‘afihi wa ’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu wa wassi’ madkhalahu.
Saya menulis naskah ini dengan tetesan airmata duka.
Selamat jalan ustad.
Kembalilah ke dalam rahmat Allah yang maha pemurah.
Kami bersedih dan berduka.
Kami sangat kehilangan Ustad yang kami cintai.
Allahummaghfir lahu warhamhu wa ‘afihi wa ’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu wa wassi’ madkhalahu.
Saya menulis naskah ini dengan tetesan airmata duka.
0 Response to "Mengenang KH. Shiddiq Amien"
Post a Comment