Oleh
: Hilman Rasyid*
Kartini
adalah cerminan sosok perempuan di awal abad ke-20, ketika harkat dan martabat
perempuan terpenjara di dalam sumur, dapur, dan kasur. Keberanian yang ia torehkan
khususnya dalam bidang pendidikan begitu kentara dan terasa. Sehingga keputusan
RI Nomor 108 tertanggal 2 Mei 1964 menetapkan 21 April 1879 sebagai hari lahir
Kartini.
Raden
Ajeng Kartini adalah salah satu dari sekian banyak pejuang gerakan emansipasi
sekaligus sebagai inspirator kebangkitan perempuan di Indonesia. Namanya begitu
harum membahana di seantero Nusantara karena karya, ide, dan keberaniannya yang
ia gulirkan dalam perjuangan bangsa Indonesia. Sehingga tidak aneh jika ada
yang mengatakan bahwa Kartini adalah perempuan genius pada zamannya.
Namun
sebaliknya, sejumlah kalangan mengatakan tentang ketidakjelasan kepahlawanan
Kartini dengan para pahlawan lainnya dalam melawan penjajahan Belanda pada
waktu itu. Tak pernah terlihat dalam kumpulan tulisan dan pemikirannya adanya
keinginan Kartini untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme
Belanda. Apakah benar demikian? Sehingga mengapa harus Kartini?
Sebenarnya
Kartini bukan apa dan siapa untuk dicatat dalam sejarah jika dibandingkan
sederet pejuang perempuan lain di negeri ini. Masih banyak pahlawan wanita yang
mungkin lebih berjasa di tanah air seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutiah, Nyai
Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan dan lain sebagainya. Ada yang
berjuang dengan mengangkat senjata, melalui organisasi, pendidikan maupun cara
lainnya. Sekali lagi, mengapa harus Kartini?
Dari
sudut pandang sejarah, pemikiran Kartini dalam emansipasi perempuan lebih
bergaung daripada tokoh perempuan lainnya. Ide-ide besar lewat surat-suratnya
memberikan inspirasi dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tak
tersadari dan tak terkatakan. Meskipun pemikiran emansipasinya banyak terilhami
dari feminisme barat, namun ia mampu menggugah kaumnya dari belenggu
diskriminasi.
Dalam
salah satu suratnya bertanggal 23 Agustus 1900, Kartini menulis surat kepada
Stella Zeehandelaar -sahabat pena pertamanya yang dikenal melalui majalah De
Hollandsche Lelie- tentang tekadnya dalam berjuang untuk merebut
kemerdekaan meskipun terlihat bimbang. Sehingga keliru jika ada orang yang
mengatakan bahwa Kartini tidak mempunyai tekad sedikit pun tentang perjuangannya
merebut kemerdekaan.
Bahkan
Pramoedya Ananta Toer mengatakan bahwa Kartini adalah pemikir modern Indonesia
pertama yang tanpanya maka penyusunan sejarah modern Indonesia tidaklah mungkin
(1962:14). Pemikirannya tentang perjuangan telah tertuang dalam surat-suratnya
yang kemudian dikumpulkan dan diterbitkan pertama oleh J.H Abendon -suami Rosa-
dengan judul dalam bahasa Belanda “Door Duisternis Tot Licht”. Kemudian
banyak diterjemahkan khususnya ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul “Habis
Gelap Terbitlah Terang” oleh Armijn Pane pada tahun 1938.
Cukup
banyak surat-suratnya yang menerangkan tentang perjuangan yang ia kirim kepada
para sahabat penanya khususnya di Belanda. Kini hanya tinggal semangat dan
pemikirannya saja yang bisa kita rasakan. Semasa hidupnya, ia mampu memberikan
arti dan semangat tersendiri dalam perjuangan kaum perempuan untuk meraih
persamaan. Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar bertanggal 13 Agustus
1900, ia menginginkan persamaan antara laki-laki dan perempuan, yakni tentu
saja masing-masing menurut kodrat kecakapannya.
Melalui
hobinya membaca dan menulis serta mencari informasi atau tukar pikiran dengan
rekan-rekannya serta perjuangannya yang tulus melawan pahitnya kehidupan. Hal
ini bisa kita jadikan pelajaran yang sangat berharga akan pentingnya
perjuangan, baik itu dengan cara belajar secara sungguh-sungguh, berdiskusi, berjuang
melawan kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, atau pun hal lainnya yang menuntut
akan hak dan kewajiban kita sebagai manusia sesuai dengan aturan yang ada.
Perjuangan
dan keberanian Kartini bukan hanya harus dipahami oleh kaum perempuan saja,
melainkan hal ini juga perlu dipahami oleh kaum laki-laki. Karena bangsa
Indonesia saat ini harus mampu mewujudkan keadilan sosial dan bersama-sama
mengintegralisasikan semangat perjuangan dan pengorbanan menuju Indonesia yang
lebih baik. Salam Perjuangan!
*Mahasiswa
FPBS Universitas Pendidikan Indonesia
Ketua
Umum HIMA Persis UPI
**)
Diterbitkan di okezone.com, OPINI UPI, dan ISOLA POS
0 Response to "Belajar Perjuangan pada R.A. Kartini"
Post a Comment