Istana Peradaban Bahasa Arab Ada di Tangan Media Massa

Istana Peradaban Bahasa Arab Ada di Tangan Media Massa

Oleh : Hilman Rasyid*

Kenapa dan darimana sebenarnya bahasa Arab itu bisa lahir di dunia? Ada yang mengatakan bahwa bahasa Arab itu adalah bahasa yang sudah sangat usang yang lahir dari rahim dunia klasik tempo dulu? Lalu ada yang menjawab sejak Nabi Adam dan Hawa diciptakan di Surga hingga turun ke bumi. Dimana ada dalil yang menyebutkan bahwa bahasa penduduk Surga adalah bahasa Arab. Bahkan ada juga yang meyakini bahwa kemungkinan bahasa pertama yang dituturkan oleh orang-orang Samiyyah (baca: Semit) adalah bahasa Arab kuno. Karena bahasa Arab merupakan salah satu rumpun besar bahasa Semit.

Beberapa opini kontras di atas menunjukkan betapa sejarah bahasa Arab itu mempunyai multidimensi dan beberapa teori yang berbeda. Kenapa bisa terjadi? Karena untuk menganalisis kelahiran bahasa Arab tentunya membutuhkan sebuah pemikiran yang sangat rumit dan panjang untuk ditelusuri. Karena memiliki warisan peradaban paling banyak dari bahasa lainnya, serta penyumbang terbesar; 40 persen pada bahasa dunia lainnya. Prof. Dr. Tahiyya ‘Abdul ‘Aziz, seorang dosen di sebuah Universitas terkemuka Inggris, menghabiskan waktu puluhan tahun untuk mengkaji beberapa literatur ilmiah, ensiklopedi bahkan manuskrip untuk mencapai hasil yang mendekati pada “kebenaran”. Sehingga, ia pun berhasil membuat sebuah karya besar berbahasa Inggris, Arabic Language The Origin of Languages (Bahasa Arab, Asal Usul Bahasa-bahasa di Dunia). Namun terlepas dari perbedaan historis di atas, para pengkaji Filologi dan ahli linguistik Arab percaya bahwa sejarah kelahiran bahasa Arab -yang entah mungkin mendekati “kebenaran” atau bukan- telah terlegitimasi dalam satu kesepakatan. Yaitu bahasa Arab berasal dari bahasa Semit.

Bahasa arab pun hingga kini masih menjadi bahasa utama di Mesir, Libya, Sudan, Arab Saudi dan selainnya, kata Abd Rauf bin Dato’ Hassan Azhari. Bahkan Ia juga mengatakan bahwa bahasa Arab pun menjadi bahasa utama negara non-Arab seperti Republik Chad di Afrika Tengah dan bahasa minoriti seperti di Nigeria, Iran dan Soviet Union. Lalu apa sebenarnya yang mendorong bahasa Arab bisa berkembang di kancah Internasional? Padahal bahasa Arab itu adalah bahasa paling sulit dipelajari yang menduduki peringkat pertama di dunia hingga mengalahkan bahasa-bahasa lainnya. Sehingga tak aneh kalau bahasa Arab dijuluki sebagai bahasa kaum cerdik cendekia. Bahkan hari ini kita hidup di era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan kuatnya arus bahasa lain, terutama bahasa Inggris. Padahal sebenarnya bahasa Arab justru jauh lebih berpengaruh karena sumbangsihnya yang begitu besar terhadap dunia. Tempat meleburnya berbagai gagasan klasik hingga kontemporer serta pusat-pusat ilmu pengetahuan yang “tidak ada tandingannya”. Satu kenyataan yang perlu kita akui bahwa kehadiran bahasa Inggris -terutama di Indonesia- telah menggeser posisi bahasa Arab sebagai bahasa kedua setelah bahasa Indonesia. Yang kemudian bahasa Arab terisolasi dari posisinya hingga hari ini. Tapi, sebagian orang pun berkata bahwa dengan menguasai bahasa Inggris dan bahasa Arab, kita akan menguasai dua kehidupan dunia. karena di sisi lain, globalisasi-lah yang menempatkan bahasa sebagai poros terdepan di lini-strategis di era global.

Sebenarnya kalau kita analisis dari aspek historis bahwa ternyata suatu bahasa itu akan maju tidak hanya ditinjau karena bahasanya itu sendiri, tetapi karena ada faktor eksternal yang menyebabkan bahasa itu terbang ke permukaan dunia. Bahasa Inggris, misalnya; bisa menjadi bahasa International nomor satu, bukan hanya karena keistimewaan dari bahasanya sendiri, melainkan karena Negara-negara yang menggunakan bahasa itu mampu memberikan pengaruh besar terhadap dunia sehingga semua orang -mau tidak mau- harus mempelajari dan menyukai bahasa itu. Dengan demikian, bahasa Arab pun akan maju menggeser kedudukan bahasa Inggris jika negera-negara pengguna bahasa Arab mampu menjadi panutan dan rujukan serta diakui pengaruh dan kemajuannya minimal oleh sepertiga dunia. Satu hal lagi yang meyakini bahwa suatu bahasa apabila mampu menanamkan pengaruhnya pada satu bangsa, maka bahasa tersebut akan memainkan peranan penting dalam mewarnai corak pemikirannya, mempengaruhi tingkah laku dan cara hidupnya. Sehingga dalam hal ini, perlu adanya perhatian terhadap perkembangan bahasa Arab terutama di Negara-negara non-Arab. Namun yang menjadi tanda tanya besar, apakah yang telah dilakukan oleh Negara-negara non-Arab sehingga ia berguna atau hanya akan menjadi nonsense belaka? 


Namun satu hal yang perlu diingat, bahwa opini di atas bukan berarti satu-satunya jalan untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa nomor satu di dunia, sekaligus menjadi bahasa peradaban Internasional. Melainkan ada jalan alternatif lain yang memang keberadaan dan kekuatannya sangat diakui oleh dunia. Kita pasti mengenal yang namanya media massa. Apalagi hari ini kita tinggal di era globalisasi yang mana media massa selalu bermain di dalamnya. Kini, paradigma media massa lebih memprioritaskan pembentukan selera publik daripada pemenuhan selera publik media. Karenanya, pembentukan selera publik terkait bahasa Arab bisa dicetak oleh media massa, sebagai sarana doktrin yang tidak diragukan lagi pengaruhnya.

Seperti halnya Teophilus J. Riyanto yang meyakini bahwa dunia ini dengan segala isi dan peristiwanya tidak bisa melepaskan diri dari kaitannya dengan media massa; demikian juga mungkin sebaliknya, media massa tidak bisa melepaskan diri dari dunia dengan segala isi dan peristiwanya. Hal ini disebabkan karena hubungan antara keduanya sangatlah erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan. Artinya, segala isi dan peristiwa yang ada di dunia menjadi sumber informasi bagi media massa. Oleh karena itu, -disadari ataupun tidak- media massa telah membentuk pandangan publik terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-harinya termasuk berdiplomasi dengan Negara lain.

Sebagai bukti misalnya, Paus Benediktus XVI, bulan Oktober kemarin, telah membuat sejarah baru. Untuk pertama kalinya Ia menyampaikan do’a dalam bahasa Arab di Gereja Santo Basilica, Vatikan. Upaya ini tentu saja ada suatu alasan dan nilai yang bermanfaat. Paus mengingatkan umat Katolik akan perdamaian di Timur Tengah dan Ia pun memberikan salam saudara untuk mereka. Bahkan katanya, Ia mendo’akan semua orang yang berbahasa Arab. Dilaporkan juga dalam the Daily Mail, lebih dari 20 ribu orang mendengarkan doa bahasa Arab pimpinan tertinggi Vatikan itu. Tetapi terlepas dari semua itu, ada sesuatu hal yang tersembunyi di balik suara di atas. Media massa telah mempengaruhi pola pikir dan daya nalar kita baik itu tentang eksistensi bahasa Arab dan pimpinan tertinggi Vatikan itu. Sehingga dengan media massa, hal tersebut dapat mudah diketahui oleh semua kalangan hingga penjuru dunia pun tahu. Sehingga, kekuatan apa lagi yang masih diragukan dari media massa?

Entah apakah layak atau tidak disebut tren, yang pasti masyarakat AS tengah mengandrungi bahasa Arab, hingga ke kalangan pelajarnya. Para penjajah Zionis pun menjajah bahasa Arab. Begitu juga dengan Thomas J. Abercrombie, pemeluk Kristen berkebangsaan AS, yang masuk Islam gara-gara belajar bahasa Arab di Tanah Suci. Lalu, di Australia -dalam eramuslim.com-, bahasa Arab menjadi bahasa kedua setelah bahasa Inggris. Hasil survey tahun 2011 pun membuktikan bahwa sekitar 5.565 anak di Australia berbicara dengan bahasa Arab di rumah mereka. Karenanya, bahasa Arab semakin diketahui oleh semua sekte termasuk oleh orang-orang barat karena pengaruh media massa. Namun satu hal ini, kerap sering dilupakan, disingkirkan bahkan “dibunuh” oleh banyak muslim di dunia, termasuk Negara Indonesia yang “katanya” mayoritas berpenduduk muslim. Posisi inilah yang bisa menjelma menjadi hambatan yang aneh, siapapun dan apapun kalangannya. Lalu, kenapa mereka lupa dan menyingkirkannya?

China, salah satu Negara non-Arab, bahasanya pun menduduki peringkat ke-2 tersulit di dunia setelah bahasa Arab. Saat ini, minoritas muslim Negara tersebut memiliki alasan kuat untuk mempelajari bahasa Arab. Kenapa? Karena nilai perdagangan antara Cina dan dunia Arab, di dalam situs republika.co.id, meningkat dari $ 36,4 miliar pada tahun 2004 menjadi $ 145.4 miliar pada tahun 2010. Peningkatan volume perdagangan ini dipandang sebagai kebangkitan kembali Jalan Sutra. Inilah hal yang perlu dianggap bahwa peran bahasa Arab sebagai bahasa diplomasi serta media massa yang ikut mendorong dalam hal itu, telah terbukti dalam kasus ini.

Karena tidak boleh ada kedustaan di antara kita, di Universitas Pendidikan Indonesia, Kota Bandung, di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) terdapat jurusan pendidikan bahasa Arab. Kehadirannya membuat suasana kampus menjadi hijau secara spiritual dan cukup tentram. Di tambah dengan keberadaan pesantren dan masjid Aa Gym –kenalan akrabnya-. Seolah memberikan corak hijau untuk kampus tersebut. Namun, satu hal yang perlu diakui bahwa keberadaan jurusan pendidikan bahasa Arab -salah satunya- sering dipandang sebelah mata, baik itu oleh para rektorat dan ada jurusan lainnya. Seolah jurusan tersebut serasa eksklusif dan hanya identik dengan kegiatan di masjid dan berdo’a saja, kata mereka. Bahkan kebanyakan asumsi mereka, disebabkan karena prospek ke depan jurusan tersebut di nilai sangat sempit. Inilah salah satu paradigma yang sebenarnya harus sedikit kita desain -salah satunya- lewat media massa. Artinya, bahasa Arab bukan mampu berbicara tentang shalat, mengaji dan berdo’a, namun bisa juga berbicara tentang cinta, sastra dan lainnya. Maka perbanyaklah dan perbesarlah ruang gerak untuk jurusan tersebut. Karena kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melakukannya?

Dengan demikian, alangkah indahnya jika banyak media massa berbicara dengan bahasa Arab tentang bahasa Arab atau tentang kedamaian dan keindahan. Kita bisa menonton film dan membaca komik versi Arabic, seperti conan, doraemon, naruto, avatar bahkan spongebob pun berbicara dengan bahasa Arab. Karena film yang semua kalangan menontonnya, bisa membuat daya atraktif untuk mempelajarinya. Kita bisa membaca Koran dan majalah lokal atau nasional berbahasa Arab namun terdapat terjemahannya. Kita juga mungkin bisa menonton bareng sepak bola dengan komentatornya yang berbahasa Arab. Ini bisa menjadi sebuah tugas dan proyek untuk kita. Satu hal kecil namun tidak bisa dianggap sepele, sepertinya tidak salah jika kita membuat media petunjuk jalan yang ada bahasa Arabnya terutama di Indonesia. Sehingga bahasa Arab pun lebih “membumi” dan tidak lagi dipandang sebelah mata. Lalu mereka pun tidak menyingkirkannya. Indah sangat bukan?

*Ketua Department Penelitian dan Pengembangan Ikatan Mahasiswa Studi Arab Se-Indonesia (IMASASI) 2012

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Istana Peradaban Bahasa Arab Ada di Tangan Media Massa"

Post a Comment