Membaca Novel, Perlukah?


Membaca Novel, Perlukah?
Oleh : Hilman Rasyid*

Mimpi adalah buah dari imajinasi dan keduanya merupakan instrumen sebuah kesuksesan. Maka berimajinasilah dan bermimpilah selangit mungkin, karena dibalik keduanya ada sebuah kisah dan harapan untuk mewujudkannya.  
(HiRa) 

Tetesan kata demi kata, kucuran rangkaian demi rangkaian, tak pernah kita lewati, tak pernah kita tinggalkan, dan selalu bertatap muka di setiap kibaran nafas hidup kita. Sebuah kata terkumpul menjadi sebuah untaian kalimat, untaian kalimat yang terkumpul menjadi sebuah batang paragraf, dan kumpulan batang paragraf yang bisa menjadi sebuah buku. Tak sedikit orang yang bosan bertemu dengan sebuah buku, tak sedikit juga orang yang bersahabat selalu dengan buku. Mungkin mereka tidak suka dengan buku karena buku membuat mereka mudah mengantuk dan bosan. Ya, tentunya. Orang yang jarang bertatap muka dengan buku akan mudah terasa kantuk ketika bertatap muka dengannya. Hanya kata “kebutuhan”-lah yang bisa menghilangkan rasa kantuk itu. Kita membaca buku karena kita butuh. Butuh lautan ilmu yang luas dan dalam, butuh untuk mewujudkan mimpi-mimpi kita yang masih tertulis terpajang dalam sebuah karton putih di kamar kita.

Namun bagaimana dengan Novel? Apa manfaatnya baca novel? Mungkin itulah pertanyaan dari calon penggemar novel, calon novelis yang mulai ingin mengenalnya. Novel yang lebih disukai oleh mayoritas remaja daripada buku. Novel yang telah menjadi teman sejati para remaja sekarang ini. Novel yang telah berhasil memikat hati para pujangga, novel juga yang telah berhasil mendoktrin banyak para mahasiswa. Novel yang merupakan karangan prosa yang di dalamnya mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang, yang disajikan dengan deskriptif dan cukup puitis, yang di dalamnya pula banyak imajinasi yang dapat kita temukan.

Dimulai dari sebuah kisah lama pribadi, saya yang awalnya tak suka dengan novel, saya yang tak pernah sedikit pun membelinya dari kumpulan dolar di dompet kulit hitamku. Kini sadar sepenuh hati memancar, saya sedikit ‘tergila-gila’ dengannya. Karena ternyata novel itu bisa membawa kita terbang mengarungi lautan ombak imajinasi dan selalu memberikan sayap-sayap impuls terhadap api semangat kita. Sehingga tak aneh, banyak kalangan selain remaja pun yang suka membaca novel. Saya sendiri sih lebih suka novel yang kisahnya berbau sebuah mimpi perjalanan, yang dibumbui sedikit percintaan, yang di dalamnya juga diramu menjadi kisah yang menarik, sedikit humor -agar tidak ngantuk atau bosan-. Bukan sebuah novel yang penuh tangisan bombay plus lebay, yang nilai isinya hanya sebuah eksploitasi seksualitas dan hedonisme.

Seperti yang telah diketahui, dasawarsa sekarang ini novel telah berhasil merangkul hampir semua kalangan dan telah menjadi teman curhat mereka sebelum tidur. Sehingga yakinlah, kalau kita ingin mendoktrin para remaja dan sedikit kalangan lain, maka salah satu peluru yang ampuh adalah menjadi novelis, membuat novel. Novel yang isinya itu banyak value untuk menjadikan para pembaca menjadi lebih baik, punya daya imajinasi yang kreatif bagi pembaca dan lingkungan sekitarnya, namun gaya penulisannya sedikit dibumbui kisah percintaan yang “punya batas” dan sedikit disirami rasa humor, sehingga nilai imajinasi, emosi dan spiritualnya menjadi tinggi. Mungkin itulah secercah harapan saya yang bukan seorang novelis, dan bukan seorang yang tergila-gila pada semua jenis novel. Novel juga mungkin bisa menjadi batu loncatan agar kita juga suka membaca ‘buku’.

Di sisi lain, novel juga yang di dalamnya penuh imajinasi dan penuh eksploitasi emosi yang bisa melatih daya ingat kita menjadi lebih kuat serta melatih kinerja otak yang akan memudahkan kita untuk menyimpan dan mengingat banyak informasi. Bagi penulis, novel itu suatu karangan bebas (prosa) yang banyak mengandung imajinasi. Sedangkan mimpi adalah buah dari imajinasi. Sehingga dengan banyak imajinasi dan mimpi, bisa menjadi sebuah langkah awal dari kesuksesan hidup kita. Teringat sebuah pepatah bijak dari William Ward;“If you can imagine it, you can create it, If you can dream it, you can become it”. Jika kamu dapat mengimajinasi sesuatu, maka kamu bisa membuatnya jadi kenyataan; Jika kamu dapat memimpikan sesuatu hal, maka kamu akan bisa menjadi seperti apa yang kamu impikan. Tetapi yang menjadi persoalan, bagaimana kita menjadikan mimpi dan imajinasi kita menjadi sebuah kenyataan. Mungkin itulah yang menjadikannya sulit dan penuh dengan pengorbanan. Hanya berusaha dan berdo’a-lah yang kita bisa lakukan, dan selebihnya Allah SWT-lah yang menentukannya.

Sebagai salah satu contoh, lihatlah seorang Albert Einsten; seorang ilmuwan yang terkenal jenius dan imajinatif, yang pernah mengatakan dalam kata-katanya yang terkenal “Imagination is more important than knowledge. Knowledge is limited. Imagination encircles the world”. Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Pengetahuan itu terbatas. Imajinasi dapat mengepung dunia.

Dengan demikian, marilah kita banyak berimajinasi dan banyak bermimpi, kemudian mari kita buktikan mimpi-mimpi kita lewat usaha dan do’a. Karena seperti yang dikemukakan oleh Abu Al-Ghifari bahwa “tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan. kesuksesan akan datang pada mereka yang berusaha mendapatkannya, bukan pada mereka yang hanya mengharapkannya.” Sehingga perlukah membaca novel??

Wallahu a’lam

*President of public relations department KEMABA 2012

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Membaca Novel, Perlukah?"